
Kenapa Gen Z Jarang Jadi Petani, Padahal Potensinya Besar Banget
Kenapa Gen Z jarang jadi petani? Pertanyaan ini sering muncul di tengah kekhawatiran akan regenerasi petani yang terus menurun. Di banyak daerah, petani identik dengan profesi orang tua. Padahal, sektor pertanian punya potensi besar untuk dikembangkan, apalagi dengan bantuan teknologi modern.
Sayangnya, banyak anak muda, khususnya Gen Z, enggan terjun ke dunia pertanian. Padahal, generasi ini dikenal adaptif, kreatif, dan tech-savvy karakter yang justru sangat dibutuhkan untuk mengubah wajah pertanian Indonesia jadi lebih maju.
Kenapa Gen Z Jarang Jadi Petani?
1. Citra Petani Masih Dianggap “Nggak Keren”
Banyak Gen Z masih menganggap profesi petani sebagai pekerjaan yang kotor, berat, dan identik dengan kemiskinan. Image ini sudah terbentuk sejak lama, ditambah lagi minimnya edukasi tentang potensi keuntungan dan peran penting petani dalam kehidupan.
Padahal, jadi petani zaman sekarang nggak harus pakai cangkul dan topi caping terus-menerus. Dengan inovasi seperti drone pertanian, smart farming, hingga sistem hidroponik, dunia pertanian juga bisa tampil modern dan “keren”.
2. Kurangnya Akses Informasi dan Edukasi
Banyak dari Gen Z yang belum pernah diperkenalkan secara langsung dengan dunia pertanian. Kurikulum sekolah pun jarang mengangkat pertanian sebagai sesuatu yang menarik. Akibatnya, mereka nggak pernah punya gambaran kalau pertanian bisa dijadikan peluang usaha.
Kalaupun ada yang tertarik, sering kali bingung harus mulai dari mana. Informasi soal pelatihan, teknologi, atau cara mengakses pasar masih kurang tersampaikan dengan baik ke generasi muda.
3. Tantangan Modal dan Akses Lahan
Untuk memulai usaha pertanian, modal dan lahan jadi dua tantangan utama. Banyak Gen Z tinggal di kota dan nggak punya akses langsung ke lahan pertanian. Belum lagi anggapan bahwa bertani butuh modal besar dan hasilnya lama.
Padahal saat ini sudah banyak program pemerintah, komunitas, dan startup yang menawarkan solusi seperti urban farming, pertanian vertikal, atau sistem tanam tanpa tanah yang bisa dilakukan di rumah dengan lahan terbatas.
4. Kurangnya Dukungan Sosial dan Lingkungan
Lingkungan sekitar juga sering kali tidak mendukung jika ada anak muda yang ingin jadi petani. Profesi ini belum dianggap prestisius seperti kerja di kantor atau jadi content creator. Akibatnya, yang berminat pun jadi ragu untuk melanjutkan.
Kalau lingkungan lebih terbuka dan mulai mengapresiasi peran petani modern, mungkin akan lebih banyak Gen Z yang tergerak ikut terjun langsung. Apalagi jika didukung oleh komunitas yang sevisi.
5. Minimnya Eksposur Kesuksesan Petani Muda
Salah satu alasan kenapa Gen Z jarang jadi petani adalah karena sedikit contoh nyata petani muda sukses yang diangkat ke publik. Padahal, sudah banyak anak muda yang sukses mengelola lahan, bahkan punya omzet puluhan juta per bulan.
Kalau kisah-kisah inspiratif ini lebih sering muncul di media sosial atau sekolah, bukan nggak mungkin akan mematahkan stigma negatif dan menginspirasi generasi muda untuk ikut turun ke sawah.
Kesimpulan
Kenapa Gen Z jarang jadi petani? Jawabannya bukan karena mereka malas atau nggak peduli, tapi karena ada banyak faktor yang membuat dunia pertanian belum terlihat menarik di mata mereka. Padahal, dengan sentuhan inovasi dan dukungan, pertanian bisa jadi sektor keren dan menjanjikan.
Sudah saatnya semua pihak, dari pemerintah sampai orang tua, mendorong Gen Z untuk melirik pertanian sebagai pilihan masa depan. Karena tanpa petani muda, kita bisa kehilangan kemandirian pangan di masa depan.
